![]() |
Sumber : Youtube WALHI NTT |
Tulisan ini adalah satu dari
sekian banyak refleksi yang saya peroleh dan dapat saya tuliskan melalui
aktivitas rutin saya tiap minggu yakni mengajar Kimia secara privat kepada
siswa SMA.
Minggu lalu, saya dan siswa saya
belajar tentang Kimia Unsur. Materi ini merupakan materi pembelajaran Kimia
untuk kelas XII SMA. Meskipun kurikulum dalam kurun waktu 8 tahun terakhir
mengalami beberapa perubahan, materi ini tidak cukup jauh berbeda dengan apa
yang saya pelajari sewaktu masih duduk di bangku SMA. Dalam materi tersebut
kami membahas tentang unsur logam alkali dan alkali tanah yang dalam tabel periodik
unsur kimia ditempatkan pada golongan IA dan golongan IIA. Rata-rata,
unsur-unsur yang ada dalam golongan tersebut jika dilarutkan dalam air akan
menghasilkan senyawa pembawa sifat basa (pH > 7). Hal ini yang membuat
unsur-unsur tersebut dinamakan Alkali, yang secara harafiah berasal dari bahasa
Arab al-qaly yaitu abu yang dalam air
bersifat basa.
Ketika saya dan siswa saya sampai
pada pembahasan tentang alkali tanah, ada satu konsep tentang air yang cukup
menarik untuk dikaitkan dengan kondisi kimiawi air di Kota Kupang. Konsep
tersebut adalah tentang Air Sadah. Air sadah adalah air yang didalamnya
terlarut ion dari logam alkali tanah yakni ion kalsium (Ca2+) dan
ion Magnesium (Mg2+). Bagaimana hubungan air sadah ini dengan Kota
Kupang? Silahkan simak penjelasan yang coba saya uraikan di bawah ini, semoga
dimengerti.
Dalam jurnal Lingkungan dan
Bencana Geologi, 2010, Alwin Darmawan dan Heru A. Lastiadi dalam hasil
penelitiannya menyebutkan bahwa Kota Kupang adalah kota yang 80% wilayahnya
berdiri di atas batu gamping (Karst). Keberadaan Karst menjadikan Kota Kupang
memiliki sumber air tanah yang banyak. Mungkin selebihnya terkait karst akan
saya tulisakan pada tulisan lain.
Secara Kimia, batu gamping atau
batu kapur sendiri memiliki rumus molekul CaCO3 (kalsium karbonat). Nah
keberadaan CaCO3 ini menjadikan air tanah kita memiliki kandungan
ion Ca2+ yang terlarut. Secara otomatis dapat disimpulkan bahwa air
tanah di Kota Kupang merupakan air sadah. Bagaimana cara membuktikannya? Gampang,
ketika air yang diambil langsung dari sumur atau PDAM lalu kita masak tentu
akan menghasilkan endapan kapur di dasar dandang atau ketel. Reaksi kimianya
adalah sebagai berikut:
Ca(HCO3)2
(aq) → CaCO3
(s) + CO2 + H2O (l)
Ca(HCO3)2
adalah garam kalsium yang terlarut dalam air, CaCO3 adalah endapan
kapur di dasar dandang, gas CO2 adalah gelembung-gelembung gas yang
dihasilkan dan H2O adalah air yang kita minum. Cara lain membuktikan
sadah atau tidaknya air adalah dengan sabun. Air sadah biasanya akan membuat
sabun atau detergen tidak banyak busa. Hal ini dikarenakan dalam reaksinya, ion
Ca2+ tadi akan mengendapkan anion sabun. Keberadaan air sadah
menyebabkan kita dalam mencuci sering boros sabun karena efektifitas pencucian
menurun.
Dari ciri-cirinya, jenis
kesadahan air yang ada di Kota Kupang dapat dikategorikan sebagai kesadahan air
yang sementara karena dapat dihilangkan dengan proses pemanasan. Karena itu ketika
dimasak air dari sumur dan PDAM dapat kita minum. Akan tetapi ini juga tidak
menjamin ion kalsium benar-benar hilang dari air yang kita minum. Ion kalsium
dalam tubuh yang jika dikonsumsi melalui air minum akan menimbulkan penyakit
batu ginjal.
Dilansir dari media Pos Kupang (8/12/19)
seorang dokter dari rumah sakit Siloam Kupang, dr Eric S. Hutauruk, Sp.U,
menyampaikan data bahwa dalam kurun waktu tiga tahun yakni 2016-2019, kasus
batu ginjal merupakan kasus terbesar yang sering ditemukan selain pembesaran
prostat dan penyempitan uretra. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang
dilakukan dirinya dan tim pada tahun 2017 yang mana rata-rata kandugan kalsium
di air tanah NTT berada di atas rekomendasi WHO – yaitu 75 mg/L. Untuk Kota
Kupang Sendiri kadar kalsium untuk air tanahnya bisa mencapai 123,46 mg/L. Kadar ini sudah sangat jauh melewati ambang batas yang ditetapkan oleh WHO.
Pada tanggal 18 September yang lalu, mungkin tidak banyak orang yang tahu bahwa hari tersebut diperingati sebagai Hari Pemantauan Air Sedunia (World Water Monitoring Day) yang ditetapkan sejak tahun 2013. Tujuan dari ditetapkannya adalah untuk mengedukasi dan mengajak masyarakat agar turut berpartisipasi dalam melindungi dan mengelola kualitas sumber daya air lokal. Sayangnya di Kota Kupang tidak semua orang tahu cara memastikan kualitas air yang sering dikonsumsi dari sumber mata air lokal mereka.
Padahal dalam aturan Permenkes No 32 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air Untuk Keperluan Higiene dan Sanitasi, Kolam Renang, Solus Per Aqua dan Permandian Umum serta UU No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pencegahan Pencemaran Air sudah menyampaikan indikator air yang layak dengan dengan jelas. Kesadahan air juga menjadi salah satu indikator dalam kedua produk aturan yang berlaku di Indonesia tersebut.Tidak heran bahwa faktor
ketidaktahuan masyarakat tersebut berdampak pada banyaknya kasus penyakit batu ginjal
di Kota Kupang.
Selain itu, jika mengacu pada
amanat Undang-Undang Dasar tahun 1945 Pasal 28 H ayat 1 maupun UU No. 32 Tahun
2009 bahwa masyarakat berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dan
negara bertanggung jawab atas itu, maka muncul pertanyaan; apakah kegiatan
monitoring air ini sudah benar-benar dilakukan oleh pihak yang bertanggung
jawab dan disosialisasikan kepada masyarakat?
Sebagai seorang pengajar Kimia,
saya pikir pembelajaran kontekstual dan interseksional semacam ini perlu diajarkan
oleh guru Kimia dan diketahui oleh siswa agar siswa ditengah masyarakat sebagai
individu yang belajar dapat berkontribusi dalam ikut memantau dan memonitoring
kualitas sumber air di lingkungan mereka. Dalam pembelajaran kimia sendiri sebenarnya
tersedia banyak tools atau metode sederhana untuk menguji kualitas air yang
dapat dilakukan oleh siswa dalam materi-materi pembelajarannya. Misalnya seperti
yang saya jelaskan di atas terkait cara untuk mengetahui kesadahan air.
Jadi, ada yang masih berpikir
bahwa mempelajari kimia hanya identik dengan membuat bom atom dan nuklir? Bagi saya
cara berpikir seperti itu hanya paradigma yang sukses dibentuk oleh sistem
tertentu agar hal-hal sederhana yang potensial berkontribusi banyak bagi
manusia dan lingkungan luput dari kita.
Salam Beta Guru Kimia Hijau.
Salam Adil dan Lestari.
Referensi :
- Caritra.org.2017.Mengajak Partisipasi Masyarakat dalam Hari Pengelolaan Air Dunia. https://www.caritra.org/2017/09/29/mengajak-partisipasi-masyarakat-dalam-hari-pengelolaan-air-dunia/ diakses pada tanggal 28 September 2020
- Darmawan A.,Heru A.L.2010. Geologi Lingkungan dan Fenomena Karst Sebagai Arahan Pengembangan Wilayah Perkotaan Kupang, Nusa Tenggara Timur. JLBG: Vol.1:1 dikses dari http://jlbg.geologi.esdm.go.id/index.php/jlbg/article/view/2/3 pada tanggal 28 September 2020
- PosKupang.com.2019. Pasien Batu Ginjal Bisa Bernapas Lega, RS Siloam Kupang Hadirkan ESWL. https://kupang.tribunnews.com/2019/12/08/pasien-batu-ginjal-bisa-bernapas-lega-rs-siloam-kupang-hadirkan-eswl diakses pada tanggal 28 September 2020
- Raharjo, Sentot.2018.Kimia Berbasis Eksperimen Kelas XII. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Komentar
Posting Komentar