Langsung ke konten utama

Negara Demokrasi Seolah-Olah


Membaca buku ini membuat saya teringat pembicaraan dengan Stephan Kavermann, Host Family saya di Auckland dalam perjalanan mengantar saya ke Terminal Kereta Trans Pulau Utara Selandia Baru. Entah bagaimana, kami tiba-tiba membahas sistem-sistem pemerintahan beberapa negara di dunia dan permasalahan-permasalahan sosial yang timbul akibatnya. 

Pembahasan itu berakhir pada pertanyaan yang dijawab sendiri olehnya. "Rima, menurutmu diantara sistem-sistem pemerintahan negara itu ada yang paling baik dan benar? Bagiku tidak ada. Bahkan Demokrasi sekalipun. Tapi setidaknya Demokrasi bisa menjadi pilihan di antara yang teburuk". 

Ada benarnya juga, setidaknya demokrasi masih memberikan hak bagi masyarakat untuk menyampaikan suaranya. Walau dalam kenyataannya banyak kebiri yang terjadi karena watak antikiritik pemerintahannya (people in authority

Membaca buku ini juga membuat andagium "jangan tanyakan apa yang sudah negara berikan padamu tapi tanyakan apa yang sudah kau berikan untuk negara", atau "lu protes terus, memangnya lu su bikin apa?" Berlari-lari di kepala saya. Rasanya malas menjelaskan panjang lebar tentang teori oposisi sebagai etika demokrasi atau pentingya kontrol oposisi terhadap kekuasaan yang sialnya tidak ada di Parlemen Senayan saat ini tapi di Parlemen jalan raya. Parlemen jalan raya tidak akan terbentuk seandainya Parlemen senayan becus. Tapi yasudah, ini Endonesah, "negara demokrasi seolah-olah". Berkontribusi melalui protes (mengambil bagian oposisi) akan selalu salah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saya dan ELTA IX NTT : Lika-Liku Pendaftaran

Sebagai tulisan kedua dalam blog ini, saya akan bercerita tentang pengalaman saya mengikuti seleksi program English Language Training Assistance (ELTA) tahun 2018 sebelum ingatan saya usang dan dibawa kabur oleh waktu. 😁 Harapan saya tulisan ini dapat menjawab pertanyaan teman-teman yang pernah ditanyakan kepada saya. Let’s check it out! Sebelumnya saya akan menjelaskan dulu apa itu ELTA dan bagaimana cara untuk mendaftarkan diri dalam program ini. Well , English Language Training Assistance (ELTA) adalah sebuah program bantuan Bahasa Inggris yang dirancang untuk menunjang para scholarship hunter dengan mimpi untuk melanjutkan studi magister di luar negeri tapi masih memiliki kemampuan Bahasa Inggris dibawah persyaratan minimal yakni IELTS 5.0. Selain meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris di empat area keterampilan ( listening, reading, writing dan speaking ) dalam waktu 3 bulan, pelatihan ini juga mencakup strategi dalam melaksanakan tes untuk memperoleh nilai IELTS...

Science Alkohol Dalam Isu Sosial Budaya di Indonesia

  Di awal 2019, jika kita mengikuti perkembangan berita tentang pemerintahan di beberapa daerah Indonesia Timur maka akan kita temukan dua daerah dengan pemberitaan yang mirip namun kontroversi. Dua Daerah itu adalah NTT dan Maluku. Saat itu, Viktor B. Laiskodat yang baru saja menjabat sebagai Gubernur NTT selama beberapa bulan, muncul dengan gagasan untuk melegalkan Sopi. Selain alasan menumbuhkan ekonomi kerakyatan, minuman alkohol tradisional tersebut dilegalkan sebagai bentuk upaya pelestarian budaya NTT.  Sementara itu, di Provinsi tetangganya, Maluku, Murad Ismail selaku Gubernur menolak dengan tegas legalisasi Sopi. Dilansir dari media online Suara.com (28/06/2019), Murad menyatakan bahwa Maluku berbeda dengan NTT, Manado dan Bali yang sudah melegalkan minuman tradisonal mereka. Maluku memiliki masyarakat yang beragam karakteristiknya sehingga akan memicu konflik diantara masyarakatnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan minuman beralkohol sekalipun dalam aspek bud...

Memaknai Ulang Militansi

Seperti tahun sebelumnya, menjelang ulang tahun saya selalu memperoleh early bithday gift berupa buku dari orang-orang terkasih. Beberapa hari lalu seorang teman menanyakan buku apa yang sangat ingin saya miliki di hari ulang tahun. Saat itu saya baru saja membaca review sebuah buku di goodreads. Buku tersebut adalah The Things You Can See Only When You Slow Down yang ditulis oleh seorang biksu asal korea; Haemin Sunim. Saya kemudian menyebutkan judul buku tersebut kepadanya dan tak sampai 2 hari, buku itu sampai ke tangan saya. Saat membuka bungkusan, awalnya saya hanya berniat membaca buku ini beberapa halaman saja. Namun, karena gaya penulisan yang mengalir dan isinya yang cukup “ngena” dengan kehidupan pribadi, saya langsung menyelesaikannya saat itu juga. What a lovely book! Dari sebagian banyak tulisannya yang memicu refleksi, ada satu bagian yang membekas bagi saya hingga membuat saya memaknai ulang arti sebuah militansi. Pengabdian seseorang kepada suatu pekerjaan tidak bisa di...