Kalian pernah dengar cerita; istri seorang petani yang dihajar hingga babak belur lantaran si petani kesal karena hasil panennya tidak baik, atau nelayan yang memukul istrinya karena stres hasil tangkapannya berkurang?
Kalian pernah dengar cerita; karena keterbatasan akses terhadap sumber daya alam, makanan di atas meja tidak ada lalu perempuan menjadi sasaran kekerasan?
Kalian pernah dengar cerita; beban ganda pekerjaan istri petani dan nelayan karena penghasilan dari bertani dan melaut tidak memenuhi kebutuhan rumah tangga? Bahkan ada yang harus pergi bekerja di luar negeri lalu mengalami kekerasan bahkan pulang dalam keadaan tak bernyawa?
Kalian pernah dengar cerita; perempuan-perempuan yg mengalami kriminalisasi dan kekerasan saat menuntut akses terhadap Sumber Daya Alam?
Kalian pernah dengar cerita; perjuangan perempuan-perempuan yang berjalan berkilo-kilometer demi mencari air bersih untuk keperluan rumah tangga dan sanitasi tubuhnya?
Kalian pernah dengar cerita; perempuan-perempuan nelayan dan petani yang harus berperan ganda sebagai seorang ayah dan ibu sekaligus bagi anak-anaknya lantaran suami mereka dipenjarakan oleh negara hingga koorporasi-koorporasi yang eksploitatif, atau yang mati di lubang tambang?
Cerita-cerita tersebut terjadi hampir di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, khususnya di NTT. Sebagian cerita itu pun sempat saya dengar secara langsung dari perempuan-perempuan dalam foto yang terlampir bersama tulisan ini.
Dalam sistem yang patriarkal; isu-isu seperti perubahan iklim, eksploitasi dan privatisasi sumber daya alam, serta kasus-kasus kejahatan lingkungan lainnya akan selalu menempatkan perempuan di posisi korban paling bawah dengan penindasan yang berlapis-lapis.
Karena itu, bagi saya; memilih ikut memperjuangkan keselamatan lingkungan hidup adalah memperjuangkan kemerdekaan bagi perempuan.
Salam adil dan lestari.
Komentar
Posting Komentar