Saat masih duduk di awal bangku Kuliah (mungkin sekitar semester 3 atau 4, tahun di tahun 2013) saya pernah membuat sebuah blog yang berisi materi-materi perkuliahan, resensi buku dan beberapa tulisan-tulisan (polos) saya seperti puisi dan cerpen. Setiap malam, saya memanfaatkan paket midnight modem untuk memposting tulisan-tulisan saya atau sekedar menghias isi blog saya layaknya orang yang sedang jatuh cinta. Kemudian, negera api pun menyerang. Kasmaran mengurusi blog dan menulis tak berlangsung selamanya. Dikarenakan sibuk mengejar target wisudah tepat semester 8, blog tersebut pun saya tinggalkan. Dengan kata lain, hobi menulis yang saya miliki sejak SMA itu juga ikut saya tinggalkan.
Beberapa waktu berlalu setelah
wisudah, saya bergabung dengan sebuah lembaga yang membuat saya mau tak mau
wajib banyak membaca dan menulis. Sialnya, saya selalu menemukan diri saya
kesulitan menemukan kalimat pertama untuk menulis. Lalu saya membuka kembali
blog lama tersebut dan membaca tulisan-tulisan saya dulu. Saya jadi heran
sendiri, dulu saya bisa menulis dengan mudah tapi kok sekarang rasanya susah
minta ampun. Saat itu sempat juga terpikirkan untuk menghapus blog tersebut
karena saya cukup malu membaca kembali beberapa tulisan-tulisan alay yang pernah saya ciptakan di waktu
gabut. Namun niat saya harus diurungkan karena password log in blog tersebut sudah terhapus dari ingatan saya. Akhirnya
blog tersebut saya biarkan saja. Toh
setidaknya ada jejak digital yang membuktikan bahwa saya pernah menulis. hehehe 😅
Beberapa hari terakhir ini hasrat
saya tergugah untuk kembali menulis setelah mengikuti sesi materi terkait
menulis opini dalam Pendidikan Sahabat Alam WALHI NTT, Minggu 05 Mei 2019 yang
lalu. Materi tersebut dibawakan oleh seorang pemimpin redaksi media online VoxNTT
yang saat ini sedang tenar-tenarnya di NTT, kak Irvan Kurniawan. Dalam sesi tersebut,
kak Irvan berbagi pengalamannya dalam menulis sejak masih di bangku kuliah sampai
sekarang. Pemred keren ini juga menekankan agar dapat menulis, hal yang paling
penting untuk dilakukan adalah membaca. Dengan membaca kita bisa mengasah
kemampuan menganalisis dan mengumpulkan kosakata sebanyak-banyaknya untuk menulis.
Seusai mengikuti sesi menulis
saya sempat curcol dengan Kak Irvan mengenai kesulitan saya untuk mulai menulis
padahal saya lumayan suka mengoleksi dan membaca buku. Kak Irvan memberi
masukan untuk mulai dengan menulis yang sederhana seperti menulis diary. Well, sebenarnya menulis diary adalah
kegiatan menulis rutin yang sudah saya lakukan sejak 2013 hingga sekarang. Lalu
Kak Irvan berkata “kalau sudah sering menulis diary, kenapa masih sulit untuk
mulai menulis?” pertanyaan k Irvan tersebut hanya membuat saya nyengir. “Untuk
bisa menulis kamu juga harus bisa berimajinasi dan mengerahkan perasaan kamu”,
sambung Kak Irvan. Saya nyengir lagi. Malamnya
sesampai di rumah, saya dengan semangat berapi-api mencoba menulis sebuah opini
dan berakhir tepar karena mentok di tengah-tengah (heheheh, semoga bisa saya
selesaikan dan upload ke blog ini).
Besok siangnya dalam kesunyian
dan kebosanan di kantor, saya tiba-tiba kepo
dengan beberapa alumni Program INSPIRASI (Sebuah program yang akan saya ikuti
tahun ini di Selandia Baru, mungkin akan saya jelaskan dalam tulisan lain) dan sampailah
saya pada akun instagram milik kak Andi Arifayani. Pada bagian informasi akun
tersebut, tertera alamat blog milik kak Andi Arifayani ini. Alhasil blog
tersebut juga tidak luput dari ke-kepo-an
saya. Tulisan-tulisan yang disuguhi dalam blog tersebut cukup sederhana dan inspiratif. Gaya menulisnya
sama seperti menulis diary namun dalam bentuk digital. Saya pun menjadi
tertarik untuk mengikuti jejak kak Andi Arifayani untuk mengganti buku diary
fisik saya dengan buku diary digital.
Taaaarrraaaaaa, dalam beberapa
menit kemudian terciptalah blog Gnothi Seauton dan tulisan ini menjadi tulisan
pertama saya. Harapanya, semoga saya bisa rajin menulis dan mengupdate isi
pikiran atau aktivitas-aktivitas inspiratif saya di sini.😁😁
Komentar
Posting Komentar