Langsung ke konten utama

Re: dan PeRempuan



Re: dan PeRempuan adalah dua novel Maman Suherman dalam satu buku. Novel Re: diangkat dari kisah nyata yang ditulis sebagai skripsi Maman untuk menuntaskan pendidikan S1 di FISIPOL UI jurusan Kriminologi sementara PeRempuan merupakan sequel dari Re:.


Re: adalah nama salah seorang pelacur lesbian di tempat Kang Maman keluar masuk untuk menuntaskan skripsinya. Sebelumnya ia adalah seorang gadis SMA, yang sejak kecil dianggap anak haram oleh neneknya, kemudian mengalami nasib yang sama dengan ibunya; hamil di luar nikah. Ia melarikan diri dari Bandung ke Jakarta, lalu bertemu perempuan berhati mulia yang merawatnya sampai melahirkan anaknya Melur.

Sayangnya, perlakuan baik tersebut dicatat oleh Mami Lani sebagai hutang dan Re: harus membayarnya dengan tubuhnya. Ia dipaksa bekerja sebagai pelacur lesbian. Anaknya yang baru 4 bulanpun harus ia titipkan kepada pasangan suami istri baik hati dan merelakan panggilan "tante" diberikan oleh anaknya.

"Ia suci. Tak pantas minum ASI pelacur.
"Gue ini pelacur, jangan sampai di tubuhnya melekat keringat pelacur. Peluk dia untukku"

Dalam perjalanan maman mengikuti Re:, pembaca akan disuguhi fakta² yang menyayat hati tentang kehidupan para perempuan di balik dunia pelacuran di Jakarta. Misalnya, penegakan keadilan yg hanya berpihak pada "sampah masyarakat elit" seperti koruptor, ketimbang pelacur. Re: pada akhirnya meninggal dengan tragis dan dikuburkan begitu saja tanpa ada penyelidikan lanjut hanya karena ia seorang pelacur.

Novel PeRempuan adalah cerita seperempat abad kemudian, setelah Melur putri Re: telah menyelesaikan studi PhD dari sebuah universitas ternama di Jepang dan menemukan fakta bahwa Re: adalah ibunya. Novel ini juga mengangkat kembali potongan² cerita di novel Re:. Pembahasan untuk memaknai hukum dan balas dendam akibat ketidakadilan banyak dihadirkan dalam novel ini. Endingnya ada sebuah plot twist yang mengagetkan.

Ini buku kedua yang membawa saya untuk memahami perempuan dalam dunia gelap, yang selama ini dianggap sampah masyarakat yang hina dina dan membuat saya sejenak mengheningkan cipta, setelah Perempuan di Titik Nol.

⭐⭐⭐⭐⭐

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saya dan ELTA IX NTT : Lika-Liku Pendaftaran

Sebagai tulisan kedua dalam blog ini, saya akan bercerita tentang pengalaman saya mengikuti seleksi program English Language Training Assistance (ELTA) tahun 2018 sebelum ingatan saya usang dan dibawa kabur oleh waktu. 😁 Harapan saya tulisan ini dapat menjawab pertanyaan teman-teman yang pernah ditanyakan kepada saya. Let’s check it out! Sebelumnya saya akan menjelaskan dulu apa itu ELTA dan bagaimana cara untuk mendaftarkan diri dalam program ini. Well , English Language Training Assistance (ELTA) adalah sebuah program bantuan Bahasa Inggris yang dirancang untuk menunjang para scholarship hunter dengan mimpi untuk melanjutkan studi magister di luar negeri tapi masih memiliki kemampuan Bahasa Inggris dibawah persyaratan minimal yakni IELTS 5.0. Selain meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris di empat area keterampilan ( listening, reading, writing dan speaking ) dalam waktu 3 bulan, pelatihan ini juga mencakup strategi dalam melaksanakan tes untuk memperoleh nilai IELTS...

Sebuah Catatan dari Kamis, 24 Oktober 2019

Setelah memasuki minggu-minggu Sustainable Development Course , kamis adalah hari di mana peserta program INSPIRASI 2019 melakukan visit atau kunjungan ke lembaga atau organisasi maupun individu yang berkaitan dengan minat belajar ( special interest ) – nya masing-masing. Hari itu saya mempunyai dua jadwal kunjungan. Di Pagi hari saya harus mengunjungi salah satu lembaga advokasi lingkungan hidup pada jaringan internasional, Greenpeace New Zealand yang kebetulan bermarkas di Mount Eden, Kota Auckland. Lalu pada siang hari saya harus bertemu dengan aktivis-aktivis lingkungan remaja yang menyebut komunitas mereka Para Kore Ki Tamaki atau komunitas Zero Waste Auckland di Western Springs College. Greenpeace New Zealand Untuk tiba di kantor Greenpeace, pagi itu, seperti pada hari kuliah biasa saya harus menggunakan kapal Ferry ke City Center (pusat kota) selama 30 menit   dari Hobsonville, sebuah wilayah suburban tempat saya tinggal bersama host family. Sesampainya di Downtown Fer...

Science Alkohol Dalam Isu Sosial Budaya di Indonesia

  Di awal 2019, jika kita mengikuti perkembangan berita tentang pemerintahan di beberapa daerah Indonesia Timur maka akan kita temukan dua daerah dengan pemberitaan yang mirip namun kontroversi. Dua Daerah itu adalah NTT dan Maluku. Saat itu, Viktor B. Laiskodat yang baru saja menjabat sebagai Gubernur NTT selama beberapa bulan, muncul dengan gagasan untuk melegalkan Sopi. Selain alasan menumbuhkan ekonomi kerakyatan, minuman alkohol tradisional tersebut dilegalkan sebagai bentuk upaya pelestarian budaya NTT.  Sementara itu, di Provinsi tetangganya, Maluku, Murad Ismail selaku Gubernur menolak dengan tegas legalisasi Sopi. Dilansir dari media online Suara.com (28/06/2019), Murad menyatakan bahwa Maluku berbeda dengan NTT, Manado dan Bali yang sudah melegalkan minuman tradisonal mereka. Maluku memiliki masyarakat yang beragam karakteristiknya sehingga akan memicu konflik diantara masyarakatnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan minuman beralkohol sekalipun dalam aspek bud...